Hari ini aku lagi latian drama sama temen2 1
kelompok...
Tau ga siiii? Padahal besok tu maju tp aku belom
ngapalin sama sekali... Dubbingannya juga belom jadi... Hahaha . Niy dia contoh
naskah dramaku..
NASKAH DRAMA
Teeeeeeeeeeet…….teeeeeeeeeeeeet……...teeeeeeeeeeeeeet!
Bel masuk kelas berbunyi. Murid-murid
International High School berhamburan masuk kelas. Terlebih bagi anak-anak 2
SOS1 yang jam pertama adalah pelajaran AKUNTANSI, dimana itu berarti mereka
harus siap berhadapan dengan Bu Titi yang notabene dicap sebagai guru terkiller
disini. Bu Titi selalu ontime, matanya bak mata elang yang konon tak akan
membiarkan mangsanya pergi hidup-hidup.
( Bu Titi masuk kelas, dengan menenteng beberapa
buku super tebal, dan kaca mata yang nggak kalah tebalnya. Suasana kelas bising
)
B.T : “ Anak-anak, cepat duduk! Nggak usah pakai
rame! Ini SMA atau pasar? “
( Suara tinggi alias galak, berkacak pinggang,
melotot )
( Keadaan langsung hening )
B.T : “ Baiklah. Dika!! Cepat siapkan! “
Dika : “ Di tempat duduk, siap grak. Berdoa,
mulai! “
“seless…..”
Tya : ( Lari tergopoh-gopoh. Mengetuk pintu tanpa
perasaan )
“ TOK TOK TOK TOK TOK! “
Semua mata tertuju padanya…
Tya adalah murid yang sering telat. Saking
seringnya sampai tak terhitung batas ruang dan waktu berapa kali dia telat.
Padahal jarak rumahnya dengan sekolah amat sangat tidak jauh alias dekat.
Bu Titi menatapnya dengan sangar.
BT : “Kamu! ( mengacungkan telunjuk ke Tya )
Kesini!!!“
Tya : ( dengan wajah menunduk malu, berjalan
pelan )
“M-maaf Bu! S-s-sa-saya telat...“
BT : ”Kenapa kamu telat?”
Tya : “Ngg…tadi ada kampanye bu, Pak Rumidi lagi
nyaleg. Jadi jalanan macet. Hehe“
BT : ”Dasar kamu banyak alasan!!”
Selain sering telat Tya ini memang memiliki 1001
banyak alasan untuk keterlambatannya. Yang katanya ban motornya bocorlah,
kakaknya diarelah, air ledengnya matilah, membantu tetangga menjemur bajulah,
bahkan pak RTnya sedang hajatan juga dibuat alasan. Sempat suatu ketika Tya
kehabisan akal dan ingin pura – pura mati, beginilah kalau insting liarnya
dibawa – bawa.
Lia : “Udah Bu! Hukum aja!“
Murid : ”Nyanyi! Nyanyi! Nyanyi!” ( sambil tepuk
tangan, diikuti yang lain )
Tya : ( muka polos, diam tanpa suara )
BT : “Kamu dengar apa perintah dari teman-teman
kamu?“
Tya : “Tapi Bu-“
BT : “Kamu pilih menyanyi atau tidak mengikuti
pelajaran saya tujuh kali pertemuan?”
Tya : ( Cemberut. Melangkah gontai dengan posisi
menghadap teman-teman )
( Suara dubbingan lagu OST. Titanic, merdu, tapi
ending’e kaset mbulet )
( Seluruh siswa tertawa )
Bu Titi yang semula cemberutpun sampai tersenyum
dibuatnya.
BT : ( menghela nafas ) “Ya sudah. Sana duduk!“
”JTya : ”Makasih bu.
BT : ( membuka Buku Akuntansi ) “Baik anak-anak,
langsung saja, buka PR kalian. Saya akan menunjuk diantara kalian untuk
mengerjakannya di papan tulis. Tapi sebelumnya, Dika, tolong hapus papan
tulis.“
Dika : ( maju ke depan kelas, menggerutu) “Sial!
Kenapa selalu aku yang jadi korban?“
Dika menghapus dengan susah payah, berhubung
penghapus itu sudah lapuk, berlumut, dan sesekali pakunya menggores-gores
permukaan papan tulis. Penghapus tua itu memang agak mistis pasalnya tiap kali
dibuang pasti balik lagi. Kadang- kadang juga sering mengeluarkan bercak merah
seperti darah. (dubbingan yang tak enak didengar).
BT : “Ada apa Ka, kenapa lama sekali?“
Dika : “Ini Buk, susah!“
BT : “ Ya sudah, duduk sana! Tya, maju dan
kerjakan soal nomor satu! “
(Tya yang tengah asik ngobrol dengan Lia,
terperanjat mendengar namanya dipanggil)
Tya : “A-a-ak-ku?“
Lia : “Ya iyalah, masak Mang Kurdi?“
Tya : ( Tampang panik )
Murni : “Tya? Kamu udah ngerjain PR-nya to?“
Tya : ”Waduuh, buku aja nggak punya..” ( Celingak
celinguk, menyerobot PR milik Dyaksa ) “Aku pinjem punya kamu deh Sa!“
Dyksa : ( Tetap diam, datar. Seperti biasa
mukanya pucat )
Lia : “Edyan! Dasar nekat tu anak!!“
Murni : “Alaah udah biarin aja! Lagian si ’Aneh’
nggak bakal berani macem-macem.“
Ya, mereka menyebutnya si ‘Aneh‘ atau si
’Patung’. Dyaksa memang aneh, dia jarang masuk sekolah. Saking jarangnya sampai
pada lupa kalau dia masih sekolah disitu. Dan kalaupun masuk, dia jarang atau
bahkan tidak sama sekali bercakap-cakap dengan teman-teman. Pernah suatu ketika
teman sekelasnya berinisiatif membelikan ”betadine obat kumur”, karena mereka
mengira penyebabnya karena dia mengidap sariawan/ bau mulut yang akut. Tapi
tetap saja seolah dia ingin mengasingkan diri. Tapi anehnya, dia selalu
mendapat juara pertama di kelasnya, sehingga mungkin itu sebabnya guru-guru
tidak men-DO dia dari sekolah ini.
***
Dika : “Wah, nggak asik Mur, masa selalu aku sich
yang disuruh ngehapus papan tulis? Tau sendiri kan tu penghapus kaya gitu!“ (
sambil menuju kantin )
Murni : “Mang Kurdi, soto dua!!“
MK : “Beres Neng!“
Murni : “Lha! Kamu khan ketua kelas? Ya wajar to
nek kamu seng disuruh?“
Dika : “Ya, tapi aneh deh! Kenapa sekolah nggak
beliin penghapus yang baru aja? Udah tau tu penghapus bau, lumutan, buluk!
Hoek!“
Murni : “Nggak papa, itung-itung ibadah!“
( Dika dan Tya tiba- tiba udah ada di belakang
kursi )
Lia : “Mang bakso!!!!! Eee, Mang, aku ngutang
ya?“
Tya : ”Aku juga, aku soto aja deh”
MK : “Yaelah Non! Utangnya udah pada numpuk lho!“
( mengeluarkan kertas panjang berisi utang- utang Lia dan Tya )
“Nih! Kalo dijumlahin sama sekarang, totalnya
seratus dua puluh tiga ribu! Waduh, bangkrut nek ngene aku carane!“ (menepuk
jidat) “Jualan disini bukannya untung malah buntung!”
Tya : “Halah santai Boss! Pasti dibayar kok.“
Lia : ”Iya. Gak usah pelit– pelit jadi orang!!”
Tya : ”Iya. Janji deh janji, pasti dibayar!”
MK : ”Halah... Dari dulu hanya janji.”
( dubing lagu Agnes, Janji… )
***
Teeeeeeeeeeeeeeet .......
teeeeeeeeeeeeeeeeeeeeet!
Pulang sekolah, di kelas 2 SOS1 hanya ada Dika
dan Murni.
Murni : “Eeeeh! Meh dikemanain penghapusnya?“
Dika : “DI-BU-ANG!“
Murni : “Ya elah Nduk, penghapus aja diurusin!
Nyantai wae to!“
Dika : ”Biarin biar sekolah beli yang baru ! ga
modal!”
***
Keesokan harinya, seperti biasa Lia, Murni, Dika,
dan juga Tya, yang kali ini tidak datang terlambat, (mungkin ini sebuah
mukjizat untuknya yang tidak terkira) tengah berkumpul bersama di dalam kelas.
Mereka asik dalam obrolan.
Lia : “Eh, ternyata penghapus tuanya itu emang
ngeselin ya, masak tadi waktu aku ke depan kelas debunya ngotorin rokku?“
Dika : “Tadi??” (heran) ”Perasaan udah aku buang
ke tong sampah kemarin?“
Tya : “Ngacok! Tu liat! Orang masih ada di atas
meja gitu!“
Murni : “Hah? Kok bisa?“ ( bergumam ) “Perasaan
kemarin udah Dika buang?!“
Dika : “Eh, nanti pulsek pada ikut aku ya?“
Tya : “Kemana?“
Lia : “Ke kantin?“
Dika : “Ya enggak lah!” ( sambil buang penghapus
lagi ke tong sampah )
Murni : “Emang mau ngapain sih?”
Dika : “Cuma mau nyelidikin aja, kok penghapusnya
bisa balik lagi ya?“
Tya : “Uda lah, biarin aja!“
Lia : “Ho’o...“
Murni : “Tapi kok penghapusnya penuh misteri ya?
Aku juga penasaran.“
Lia : “Positive thinking aja non!!“
Tya : “Eh, tapi kalo dipikir- pikir seru juga
tuh! Main detektif-detektifan!“
D,T,L,M : ( saling pandang ) “Deal!“
***
Sore itu, Lia, Tya, Murni, dan Dika tengah
berkumpul di balik pohon rindang sekolah. Langit sudah mulai gelap, sehingga
mereka sudah mengantisipasi dengan membawa senter masing-masing. Bak seperti
detektif, mereka memata- matai sekitar. Semua tak ada yang terlewat dari
pandangan mata. Baik yang kasat, maupun tidak kasat mata, dan tiba- tiba datang
Mang Kurdi ke depan kelas 2 SOS 1.
Lia : “Eh.. eh … Siapa itu yang di depan kelas??”
Murni : “Itu Mang Kurdi…”
( Dengan sapu yang selalu setia dibawanya
kemana-mana, Mang Kurdi keluar kelas, menuju ke arah tong sampah, mengorek-
orek sampah )
Tya : “Ngapain sich tu Mang Kurdi? Jangan- jangan
mau makan sampah lagi! Ckckck...“
Murni : “ Hush! Yang bener aja!“
Dika : ”Tapi ngapain malem- malem gini di depan
kelas kita?”
Lia : ”Pake acara ngosek- osek sampah segala.”
Tya : ”Mungkin berasnya abis... Lagian beraskan
sekarang naik.”
Lia : ”Apa hubungannya?”
T ya : ”Ya kali aja bisa nemu sisa nasi di
sampah. Kan lumayan buat nasi aking.”
Murni : ”Huuuush..! Kamu ngaco lagi...”
( Mang Kurdi masuk kelas, dan keluar lagi.
Berjalan ke arah kantor guru )
Ya, penyelidikan kali itu belum terbukti apa – apa.
***
Esoknya, untuk kesekian kalinya Dika dibuat
jengkel dengan kembalinya penghapus reot bau itu.
Dika : “HUUUH! ( menghentak-hentakkan kaki )
Ampun dech!“
Tya : “Lho? kok beli penghapus buluk lagi?“ (
berjalan memasuki kelas bersama Murni dan Dika )
Murni : “Kok penghapusnya balik lagi?“
Dika : “Tu kan! Aku bilang juga apa! Ada yang
harus aku selidiki!” ( memasukkan penghapus itu ke dalam tas )
Tya : “Hah? Main detektif-detektifan lagi? Ogah!“
Lia : “Iya. Udah dech lupain aja kali Dik! “
Dika : “Nggak usah khawatir! Kali ini aku sendiri
yang turun tangan!“
***
Malam itu sekolah mereka mengadakan acara
selamatan. Karna, anak kepala sekolah International High School lolos dalam
pemilihan audisi MAMAMIA. Dan karna acaranya sampai malam, siswa diharapkan
menginap di sekolah. ( Dubbingan lagu MAMAMIA)
Tya : “Ayo Mur, temenin pipis!“ (suara memelas)
Murni : “Zzzzzz“
Tya : “Ayo donk Mur!“ ( mengguncang- guncangkan
tubuh Murni yang sedang tidur)
Murni : “NGGAK MAUUUU!“ ( membentak, kembali
tidur )
Lia : “Minta anterin Dika aja!“ ( Sahut Lia, yang
tidur di ranjang atas alias ngigau)
Tya : “Eh, Lia! masih hidup ya? Anterin donk,
pleaseeee! Dika nggak ada sih ilang ditelan bumi!“
Lia : ( menoleh ke bawah ) “Lho? Dika kemana ya?
Nggak biasanya dia berani keluar malem sendirian!“
Tya : “Tau tu, lagi cari wangsit kali. Ayo
temenin!“
Lia : ”Iya– iya. Tapi jangan lama– lama!”
***
Tya dan Lia keluar dari kamar. Tanpa diduga,
terlihat sosok Dyaksa berjalan membelakangi mereka seperti robot. Tangan
kanannya memegang penghapus tua itu.
Lia : “Wah si ’Aneh’ mau kemana?“
( tak ada sahutan )
Tya : “Sombong apa budeg?“
( tak ada sahutan )
Lia : “Wah, parah tuh! Mau kemana sih dia? Jadi
anak kok aneh banget!“
Tya : “Mending kita ikutin aja diem- diem!
Setuju?“
Lia : ”Sip!“
***
Dyaksa terlihat berjalan kaku menelusuri koridor
yang sudah sepi dan juga gelap. Tya dan Lia tetap setia mengktutinya dari
kejauhan dengan terheran-heran. Sebenarnya apa yang ingin Dyaksa kerjakan?
( Tya dan Lia bersembunyi di balik pohon )
Tya : “Eh, liat tu! Itu Mang Kurdi bukan?“
Lia : “Eh Iya, bener-bener!“ ( menyipitkan mata )
Tya : “Wah! Ya Allah, bener-bener nggak waras tu
Mang Kurdi! Hobi banget sih dia makan sampah!“
Lia : “Ah, kamu tu! Ada-ada aja! Eh, liat tu! Si
’Aneh’ ngapain nyamperin Mang Kurdi?“
( Dyaksa berjalan ke arah Mang Kurdi. Mang Kurdi
tersenyum melihatnya, kemudian membimbingnya ke kelas 2 SOS1 yang terbuka )
Tya : “Ya Tuhan! Parah, parah banget gila!“
Lia : “Heh? Maksudmu?“
Tya : “Aduuh!“ ( menepuk jidat ) Coba deh pikir!
Si ‘Aneh’ janjian ama Mang Kurdi malem- malem pas jam 12 malem gini. Trus Mang
Kurdi ngajak dia masuk ke kelas. Mau ngapain lagi coba kalau bukan...“
Lia : ( membungkam mulut Tya ) “Ah! Kamu tu
perasaan dari tadi negative thingking mulu dech! Masa selera Dyaksa yang
sejenis Mang Kurdi gitu!“
Tya : “Eh, mereka kok balik. Lho- lho?“
(Dyaksa pergi meninggalkan mang Kurdi, tanpa
membawa penghapus reot itu lagi )
***
Keesokan harinya, Dika kebingungan setelah
mengecek tasnya.
Dika : “Lho? Penghapus yang aku simpen ditas kok
ilang?“
Murni : “Masak to? Ah... Coba cari lagi barang
kali ketlingsut! Nggak mungkin to ada yang mau ngambil penghapus dah buluk kaya
gitu!“
( Tampak Tya dan Lia berjalan memasuki kelas )
Tya : “Haaiii!“
Dika : “Tau penghapus buluk nggak?“
Tya : “Lho? Ya ga tau? Dika-dika yang begituan
masih dipeliara... ckckck“
Lia : ( mengambil penghapus yang tergeletak di
tempatnya)
“Eh,dik kok ada di sini ya?“ ( menyerahkan
penghapus )
Dika : “Heh? Kok bisa? Kapan aku ngebalikinnya?“
Tya : “Aduh, udahlah yang begituan diributin kaya
ga ada topik lain aja. “
Murni : “Tapi ini penghapus misterius, Tya. Coba
aja, tiap kali dibuang besoknya balik lagi. Aneh!!”
Lia : “Eh ngomong- ngomong soal aneh, kemarin
malem si ’Aneh’ sama Mang Kurdi ngobrol akrab banget di kelas kita.“
Tya : “Emang gaib banget Mang Kurdi. Udah hobinya
makan sampah dia juga satu- satunya orang yang bisa ngobrol mesra sama si
’Aneh’.“
Murni : “Lho? Bukannya dia ga ikut acara
selamatan semalam ya? Kok bisa ada sih?“
Dika : “Iya, dia kan ga pernah ikut acara- acara
sekolah. Ngapain malem- malem ke sekolah?“
Tya : “Waaaaa.. ya itu kencan ama Mang Kurdi!!!“
Lia : ”Hussh... ngaco!”
Murni : ”Jangan- jangan dia ada sangkut pautnya
sama misteri penghapus tua ini. Gimana kalo besok kita selidikin?”
D,T,L : ”SETUJUUUU!!!”
***
Seusai Maghrib, Lia, Tya, Dika, dan Murni kembali
mengadakan penyelidikan. Beberapa saat kemudian, terlihat Mang Kurdi memasuki
kelas, dan keluar, kemudian mengorek-orek tong sampah.
Tya : “Mang Kurdi emang bener-bener bukan manusia
biasa!“ ( geleng-geleng kepala) ”Eh, gimana kalo besok kita ngadain koin untuk
Mang Kurdi?”
Lia : “Ngapain? Ada- ada aja kamu?“
Tya : “Ya buat Mang Kurdi. Kalo dibiarin tiap
hari makan sampah bisa kena busung lapar, kan kasian?“
Lia : “Dasar stress. Kamu pikir Mang Kurdi kaum
duafa apa?“
Murni : “Tapi bener juga...“
Tya : ”Tuh kan, Murni aja sependapat.”
Murni : ”Bukan itu. Tapi bener juga.. ngapain
Mang Kurdi tiap hari ngosek sampah?”
Dika : ”Iya, dan tiap kali aku buang penghapusnya
di sampah selalu balik lagi.”
Lia : ”Jangan- jangan yang balikin Mang Kurdi..?!
Jadi yang dibalik semua ini emang Mang Kurdi...”
Tya : ”Yaelah, endingnya cuma gini nih? Mana
mistisnya, gak seru ah.”
Murni : ”Tapi kita kan belum tau alesannya kenapa
Mang Kurdi mungutin penghapus itu.”
Lia : ”Bener juga. Kita samperin aja yuk!”
Dika : “Ayo. Kita tanyain semuanya!“
Tya : ”Ayok!”
(Berlari menghampiri Mang Kurdi)
Dika : “Nyari apa Mang?“
MK : ( menoleh. Ekspresinya sedikit bingung )
“Eh, enggak kok Non…“
Tya : “Iya, dari kemaren ngosek sampah mulu.
Nyari apa sih Mang? Nasi aking ya?“
MK : “Eh, kok eneng tau dari kemarin saya ngosek
sampah?“
Lia : “Udah. Tu... kan ngaku aja nyari apa si
Mang?“
Murni : “Penghapus ya?”
MK : (gugup) ”ngg….ng…”
Tya : “Nah lo… Iya kan… Udah ngaku aja!”
Dika : ”Tapi sayang Mang, penghapusnya ga ada di
sampah (ngeluarin penghapus dari tas)
MK : ”Lho? Kok dibawa non? Sini non” (mencoba
ambil penghapus,tapi ga bisa)
Lia : ”Eeiits, ceritain dulu. Kenapa Mang kurdi
sayang banget ma penghapus ini?”
MK : “Aduh Neng sini biar Mang Kurdi kembaliin!“
( hendak mengambilnya kembali, setengah memaksa )
Tya : “Nggak! Sebelum Mang Kurdi mau nyritain
semuanya! Asal mula penghapus tua ini!“
MK : ( merenung sejenak, berpikir, menghela nafas
)
“Baiklah.. Mang Kurdi akan cerita. Jadi begini…”
Flashback…
Lima belas tahun yang lalu, ada seorang murid
brandal tampan dan kece bernama Anto. Dia murid terkaya dikelasnya, kakeknya
memiliki usaha penangkaran ikan cupang, yang tersohor di dalam negeri maupun
luar negeri, dan Anto adalah pewaris tunggal. Dia sangat mencintai seorang
temannya yang bernama Metta, yang konon adalah gadis tercantik di sekolah. Anto
tak henti- hentinya mengejar Metta, mencari perhatiannya, hingga pada suatu
hari...
Anto : “ Met, aku- aku mencintaimu. Will you be
my girl?“
(dubing lagu Pilihlah Aku, Krisdayanti)
Metta : ( Berpikir sejenak ) “Yang bener?”
Anto : “Aku mau kamu jawab sekarang, Please…“
Metta : “An, sebenernya… eee- -bukannya aku-
bukannya aku tidak mempunyai perasaan yang sama seperti kamu.“
Anto : “Lantas?“
Metta : “Aku sudah bertunangan An!“
Anto : ( Shock, nggak percaya ) “Apa???“
Metta : “Iya An, aku sudah bertunangan dengan Pak
Mangkubumi, guru Matematika kita!“
Anto : “What??“ ( tambah shock ) “ Guru kita yang
culun, botak, tua, item, nggak jelas itu?“
Metta : “An, aku nggak suka kamu menghina dia
seperti itu! Bagaimanapun juga, dia calon suamiku nanti! Asal kamu tau, kami
telah ditunangkan sejak kecil!“
Anto : “Honey! Come on! Apa bagusnya dia
dibanding aku? Aku cakep, tinggi, cute, keren, tajir, dan bukan penjahat
wanita. Kurang apalagi coba?“
Metta : “Kurang ajar!“
Anto : “Kurang ajar? Kamu mengataiku kurang
ajar?! Oke! Mulai sekarang aku bakal bersikap kurang ajar!“
Metta : ”Bukan urusanku!”
(Metta pergi ninggalin Anto. Dubing lagu Rapuh,
Agnes)
***
Pagi itu pelajaran Matematika. Tidak seperti
biasanya, Anto tidak duduk sebangku dengan pujaan hatinya, Metta. Dia lebih
memilih duduk sendiri.
( Sisanya sebagai figuran )
PM : “Baik anak-anak, kali ini kita akan membahas
tentang statistika. Jadi statistika itu adalah-“
Anto : “S-T-A-T-I-S-T-I-K-A“
PM : “Anto! Lancang kamu!“
Anto : “Kalau gue lancang, trus elo apa?!“
(mendobrak meja)
PM : ( meraih penghapus, dengan keras melemparkan
penghapus itu tepat mengenai kepala Anto yang tak sempat menghindar )(dubing
suara BOM)
Anto : ( Terbanting ke lantai, dengan wajah
berlumuran darah )
( Murid-murid histeris melihat keadaan Anto,
terutama Metta )
Metta : “Anto! Bangun An, please! An, please
sadar An!“ ( panik, terisak, mengguncang- guncangkan tubuh Anto )
PM : “Anto, oh- tidak, saya tidak bermaksud-“ (
Ucapnya panik, meraih Handphone dubing suara mencet tombol HP)
“Halo..haloo… haloo.. bengkel makmur jaya? Eh
maksud saya rumah sakit bersalin? Eh rumah sakit tidar?”
Tapi terlambat. Anto telah menghembuskan nafas
terakhirnya. Tak lama kemudian Pak Mangkubumi dipecat dari jabatannya, dan
beralih menjadi narapidana selama 10 tahun.
***
MK : “ Begitulah Neng ceritanya “ ( berwajah duka
)
Lia : ”Haduh.. apa hubungannya sama Mang Kurdi?”
Tya : ”Iya nih, ditanya ngapa sayang banget ma
penghapus malah curhat!”
Murni : “Mengharukan banget ceritanya. Tapi
gimana Mang Kurdi bisa tau secara detail?“
Dika : “Iya,kenapa Mang Kurdi bela- belain
ngorek- ngorek sampah buat ngembaliin tu penghapus buluk?“
MK : “Mungkin masih ada sedikit yang belum Mang
Kurdi kasih tau...“
Tya : “Apa itu Mang?“
MK : Guru yang bernama Pak Mangkubumi itu, kini
tengah berada di depan mata kalian.”
( semuanya terkejut )
Lia : “ Waaa... ga nyangka Mang Kurdi mantan guru
matematika.”
Tya : ”Pantesan aja pinter banget ngitungin utang
kita.”
D ika : ”Tunggu– tunggu berarti Bapak yang…”
MK : “Ya, nama saya sebetulnya adalah Mangkubumi.
Tapi untuk menutupi jejak nama saya yang sudah tak asing lagi dahulu bagi
siswa, maka saya lebih senang untuk dipanggil Mang Kurdi saja.“
Murni : “Trus, kenapa Mang Kurdi, kenapa beralih
jadi tukang kebun sama tukang kantin?“
MK : “Ya, itu salah satu yang harus saya kasih tau
ke eneng semua.”
( menghela nafas )
”Sejujurnya, saya melakukan ini semua untuk
menebus seluruh kesalahan saya kepada Anto. Meskipun itu bukan faktor
kesengajaan, dan tak lain karena emosi sesaat, tapi saya mempunyai tujuan
tersendiri untuk tetap berada di lingkungan sekolah ini, meski bukan menjadi
seorang guru.”
Lia : ”Tapi Anto kan udah mati pak.”
Murni : ”Iya,maksud bapak menebus kesalahan itu
apa?”
MK :“ Setelah kematian Anto, dia selalu datang
dalam mimpi saya. Saya diminta Anto untuk menjaga penghapus itu bersamanya
sebagai kenangan terakhirnya. Jadi saya harus mengembalikan ke tempat asal
penghapus itu.“
Tya : “ Aaa…. Mang kurdi ga usah nakut– nakutin
ah. Orang mati kok bisa masuk mimpi segala.“
Dika : ”Emang harus dilakuin ya Mang?”
Lia : ”Iya paling itu cuma perasaan bersalah Mang
Kurdi aja.”
MK : ”Enggak non, itu memang permintaan terakhir
Anto. Dan saya harus melakukan itu.”
Lia : ”Kober amat sih. Emang Anto bisa tau.
Diakan udah mati.”
MK : ”Tapi dia selalu menagih janjinya setiap jam
12 malam.”
Tya : ”Aaaaah Mang Kurdi lagi ngelawak ya?”
MK : ”Saya dari tadi serius non.”
T,L,M,D : (mulai merinding)
Tya : ”Pulang yuk.”
Lia : ”Iya ni, lama- lama ga lucu ah.”
MK : ( menghela nafas lagi )
“ Mungkin kalian juga harus tau hal ini...“
Murni : “Hal apa Mang?“
MK : “Teman sekelas kalian yang pendiam itu.. “
Tya : “Maksud Mang Kurdi, Dyaksa si ’Aneh’?
Kenapa? Mang Kurdi naksir ya? Hehe...“
Dika : ”Tya.. sempet- sempetnya bercanda. Kenapa
Mang sama Dyaksa?”
MK : “Iya Dyaksa Hijriyanto... Dia adalah Anto.
Dan sekarang hampir jam 12, pasti dia akan menagih janjinya. Makanya mana
penghapusnya non?“
T,L,M,D : ( saling tatap. Bulu kuduk mereka
berdiri dubing lagu horor )
( Dari kejauhan nampak Dyaksa Hijrianto berjalan
menelusuri koridor, dan menoleh dingin menatap mereka, Dyaksa semakin dekat dan
tersenyum pucat )
T,L,D,M : ( Dengan serempak )
“ AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA“
(lanjutan dubing “Antara Ada dan Tiada”, UTOPIA)
TAMAT
Niy sebenernya dapet ide dari cerpen orang
lain... ambil di internet gt, tapi maaf ya Gan,, lupa namanya sapa ^^
OKKKKKK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar